Tentang Dia.


Biarkan aku bercerita tentangnya. 
Tentang dia yang selalu kurindukan.
Tentang dia yang selalu kupertanyakan keberadaannya.
Tentang dia yang selalu kupertanyakan keadaannya.
Tentang dia yang tidak berani lagi kusebut namanya.

Aku akan jujur.
Kurasa, aku masih sangat mencintainya, atau lebih tepatnya aku kembali mencintainya sama seperti 4 tahun yang lalu, di saat aku pertama kali memutuskan untuk menaruh perasaan padanya.

Mungkin dia tidak tahu.
Mungkin dia tidak mau tahu.

Dulu, dia juga mencintaiku. 
Tapi dulu.
Ketika kami bahkan belum sampai pada titik menuju kedewasaan. Ketika kami masih sangat labil dan ingin mencoba segalanya. Di mana kami masih belum mengerti arti kata "tulus" dan "setia".

Jika kembali kuingat, kukira aku masih sangat mengenal dia yang dulu. 
Biar kujelaskan seperti apa dia di mataku:
Dia adalah dia. 
Yang ranselnya berwarna coklat dan sedikit warna orange,
Yang sepatunya warna hitam dan hijau di belakangnya. 
Yang kalau pulang sekolah selalu mampir ke warung bakso belakang,
Yang kalau ke sekolah biasanya telat,
Yang sangat suka kumpul bersama kawan-kawannya.
Yang pintar, yang dulu pernah rengking tiga. 

Dia adalah seorang siswa yang tampan.
Dulu di mataku, tidak ada orang lain yang lebih tampan darinya. 
Dia adalah orang yang sangat baik. Setidaknya itu menurutku, dan aku tidak meminta pendapatmu atau bahkan pendapat mereka.
Satu lagi tentang dia 
Bagiku, dia sudah menjadi bagian dari kisah kehidupanku. 
Dia memang tidak selalu bersamaku, bahkan sudah 3 tahun. 
Tapi kamu pasti akan setuju jika tahu bahwa selama ini, tidak ada satu hari pun yang kulewatkan tanpa memikirkannya, tanpa merindukannya. 
Ini sungguhan. Aku benar-benar selalu memikirkannya setiap hari. 
Jadi apapun yang aku lakukan, pasti ada dirinya. Walaupun sebenarnya hal itu tidak nyata.

Awalnya, aku tidak akan pernah menyangka dia akan menjadi se-spesial ini bagiku. Justru pada saat awal mengenalnya, aku biasa saja. Dia hanyalah seorang teman sekelasku yang beragama hindu serta berambut keriting. Selain itu, menurutku dia baik. Itu saja.
Semakin lama mengenalnya, aku mengambil kesimpulan bahwa dia tidak hanya sekedar baik. Dia peduli dan setia kawan, dia berani. Dan aku suka. 
Semakin hari melihatnya, aku merasa dia semakin tampan, entah kenapa. Setiap melihatnya aku selalu kegirangan, tapi tidak kuperlihatkan ke orang-orang. Dan dari situ aku mulai sadar, bahwa aku telah menyukainya. 
Memikirkannya sekarang, makin membuatku rindu. Bukan hanya dia, tapi kawan sekelasku yang tentu saja juga menjadi bagian dari cerita-ceritaku di masa lalu. Tapi, sekarang bukan waktunya untuk menulis tentang mereka. Aku hanya akan menuliskan tentang dia. 

Bulan november 2014, aku akhirnya berpacaran dengannya. Aku hanya akan menyinggung sedikit saja bagaimana cara dia mendekatiku waktu itu. Sangat kuingat waktu itu dia hampir setiap malam datang ke rumahku bersama dua orang temannya (juga temanku). Jika kamu bertanya, senang ngga? Iyalah. Pasti! Itu adalah salah satu hal tentangnya yang tidak pernah kulupakan. Saat-saat itu membuatku memandangnya sebagai orang yang berbeda. Saat orang lain mendekatiku lewat Facebook, Line, dll. Dia berani datang ke rumahku (ya walaupun bareng teman juga). Hehehe. 

Ketika mulai berpacaran dengannya, aku mau jujur kali ini. Sungguh, dulu aku adalah pembohong. Aku menbohongi perasaanku terhadapnya. Aku bilang aku mencintainya tetapi sebenarnya aku bingung dengan perasaanku sendiri. Sebelum pacaran memang aku sangat menyukainya, tapi semuanya langsung berkurang ketika aku resmi jadian dengan dia. Akhirnya aku berpacaran dengannya tetapi hatiku tidak lagi merasakan hal yang sama seperti dulu. Seminggu setelah jadian, aku kembali membuat kesalahan. Sungguh kesalahan yang membuatku membeci diriku sendiri. 

Biar kuceritakan sedikit saja.

Dulu, ada murid baru di kelasku. Anggaplah namanya Fay. Dia ganteng juga,putih, jago main gitar (yang mana aku suka sekali sama cowo kayak gitu apalagi pintar nyanyi juga). Si Fay ini ternyata juga menyukaiku. Aku yang saat itu masih bingung terhadap perasaanku kepada si dia (pacarku) akhirnya menerima si Fay (yang sampai sekarang masih sangat kusesali). Sudahkah kuceritakan padamu bahwa aku, fay, dan dia sekelas? Tapi hubunganku dengan Fay tidak bertahan lama. Sekitar seminggu akhirnya kuputuskan untuk mengakhirinya. Kupikir pacarku saat itu lebih baik darinya dari segala aspek, asal kamu tahu saja. 

Selama pacaran tak pernah sekalipun kuberitahu hal-hal yang seharusnya kuberitahu kepada dia. Termasuk tentang Fay yang seharusnya kuberitahu sejak awal. 

Asal kamu tahu, pacarku waktu itu sangat baik. Bisa kubilang dialah orang terbaik di dunia. Aku berhak berkata seperti itu karena aku mencintainya. Kubilang dia baik bukan dalam hal materi, dia jarang memberi benda yang bernilai. Satu-satunya benda yang (kuingat) diberikannya kepadaku adalah seutas kabel untuk praktek TIK yang sampai sekarang kabel itu masih sering kugunakan. Yang kumaksud dengan baik, adalah sifatnya. Dia pandai menghargai orang lain, menjaga perasaan orang lain, juga berusaha menjadi pendengar yang baik. Itulah dia menurutku. 

Aku suka segala hal tentangnya pada waktu itu. 
Caranya memandangku,
Caranya memanggilku,
Saat dia memanggilku dengan nama orangtuaku,
Dan saat dia melakukan hal-hal yang membahagiakanku, walau aku sangat sadar bahwa dia melakukan lebih banyak hal untuk pacar atau mantannya yang lain.


Izinkan aku untuk menceritakan (lagi) bagaimana buruknya aku.

Pacarku adalah siswa yang nakal bandel. Dia suka ngerokok, dia minum, tapi dia ngga suka bolos dan ngga suka mukulin orang (setahuku, dulu). Dan aku sangat membenci dua sifat pertama yang tadi kusebutkan. 
Dulu, aku tidak pernah terbuka dengannya, semuanya kusembunyikan. Aku selalu diam. Andaikan kamu adalah dia, pasti kamu akan mengerti. Yang kulakukan hanyalah sms-an dengannya setiap hari, setiap malam. Payah sekali kan, aku? Pernah sekali, aku dihukum karena terlambat. Di sana ada teman-teman dia. Aku berdiri di belakang mereka tanpa berani menyapa. Kudengar mereka bercerita tentang dia, pacarku. Jujur saja aku cukup menyesal mendengar obrolan mereka waktu itu. 
Mereka bercerita tentang pacarku yang minum sampai mabuk. Mabuk lho ini! Dan ketika sampai di kelas, aku sama sekali tidak mau bicara dengan dia. Padahal seharusnya waktu itu aku bertanya kejadian sebenarnya dan menegurnya. Bukan hanya itu saja, dia sangat tahu bahwa aku benci perokok. Sangat tidak suka. Tapi waktu itu ketika sedang ngobrol denganku, aku mencium bau rokok di tubuhnya. Aku kembali menjauh tanpa ngomong apa-apa. Sampai sekarang aku masih menyesal memperlakukannya seperti itu, bahkan sampai membuatnya merasa tidak memiliki pacar padahal dia punya. Aku merasa bersalah kepadanya bahkan sampai hari ini. Bukan hanya tentang hal-hal yang baru saja kamu baca, tetapi banyak lagi hal yang lainnya. Aku pun akan sangat muak jika aku adalah dia.

Setelah masuk ke bulan ke tiga kami jadian, masing-masing dari kami mulai menjauh entah kenapa. Aku tahu dan sadar mungkin dia sudah lelah dengan sifatku, atau mungkin dia memang sudah bosan. Tidak ada hal-hal baik yang terjadi saat itu.

Waktu itu sekolahku mengalami semacam kemasukan massal gitu. Semua murid ketakutan, termasuk aku tentunya. Saat itu mataku terus mencari-cari dia, tapi tidak dengan badanku. Aku masih merasa tidak enak, entah kenapa. Akhirnya ketika pulang sekolah, aku melihat dia berada di warung bakso bersama teman-temannya, seperti biasanya. Tapi, ada yang tidak kusukai di sana, yang sedang bersama dia. Aku mengenal gadis itu, dia anak kelas dua yang belakangan sering kulihat jalan bersama mereka, sebutlah dia Nad. Kuakui, Nad memiliki aspek lebih dari aku. Dia putih, dia kaya (mungkin), dia imut, dia terkenal, dan wajar saja jika dia tertarik kepada si Nad. Waktu itu aku dan dia (pacarku) berhadapan, tapi dengan jarak yang cukup jauh. Aku yakin saat itu dia melihatku. Aku yakin saat itu dia mengetahui bahwa aku melihat si Nad merangkul-rangkulnya walaupun dia tidak melakukan apa-apa. Saat itu kubiarkan saja, dan (seingatku) tidak pernah kuungkit padanya. Hari-hari berikutnya aku menyadari bahwa mereka semakin dekat, mungkin melebihi aku dan dia?

Akhirnya aku ingin mencoba berusaha minta maaf kepadanya. Ingin memperbaiki sikapku, ingin memperbaiki segala hal yang membuatnya muak denganku. Sangat kuingat saat itu bulan februari. Kamu pasti tau la, apa hari spesial di bulan februari. Ya, aku merencanakan membelikannya cokelat sebagai permintaan maafku, juga sudah aku niatkan untuk menuliskan selembar surat (kalau tidak salah) untuknya. Aku sangat semangat waktu itu! Memikirkan akan berbaikan, akan ngobrol lagi bersama-sama. Tapi ternyata sebelum aku memulainya, kawanku memberitahu bahwa dia dan si Nad sudah jadian. Saat itu aku langsung menangis dan memeluk sahabatku (ala-ala ftv gitu wahahaha) dan semua orang melihatku karena saat itu adalah jam pulang dan aku sedang di luar sekolah. Waktu itu aku menutup wajahku menggunakan jilbab. Tidak lama kemudiam, dia lewat bersama teman-temannya. Lewat saja dan sama sekali tidak menegurku atau sekedar berhenti dan memandangiku. Saat itu aku semakin hancur. Kawan-kawanku menyuruhku untuk putus, tapi sumpah saat itu aku sangat-sangat-sangat mencintainya. Akirnya aku pulang dan kembali menangis. Tanpa berpikir langsung ku sms dia dan bilang putus. Tapi setelah itu ku sms lagi dia dam mengatakan bahwa jika dia benar-benar ingin putus maka jangan dibalas dan dia tidak pernah membalas sms yang kukirim. 

Dari situ kami benar-benar sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. 


Aku tidak pernah menyalahkannya ataupun membencinya karena telah jadian sama si Nad. Aku sadar mungkin itu adalah karma untukku. Dan beberapa hari kemudian, temanku mengatakan bahwa sebenarnya mereka tidak jadian. Ingin ku gampar mukanyaaaaa!!! Tapi kemudian aku mulai mengerti, itulah caranya menjauhiku. Itulah caranya mengatakan “putus yuk!”. Itulah caranya untuk menyuruhku pergi.


Kupikir, dia selama ini tau bahwa aku selalu menyayanginya bahkan sampai sekarang. Dia pernah membaca diaryku dan semua tulisanku adalah tentang dia. Ada satu yang benar-benar kuingat, waktu itu kutulis bahwa aku sangat menyayangi dia dan mungkin suatu saat ketika putus, aku akan terus-terus menangis dan sulit untuk lupakan dia. Dan ternyata benar. Waktu itu ketika putus dengannya, aku menangisinya setiap hari. Benar-benar setiap hari selama beberapa bulan. Bahkan 3 tahun terakhir, aku masih sering menangis saat mengingat dia. 

Kamu mungkin akan bilang aku bodoh. Iya akupun akan bilang begitu jika jadi kamu. Tapi aku ya aku. Aku menyukai dia karena dia adalah dia. Mau dia tiba-tiba obesitas, busung lapar, mendadak buta warna (amit-amit) atau apapun yang menimpanya, aku akan tetap menyayanginya. Aku benci perokok dan sejenisnya, tapi kalau dia merokok, maka hanya akan ada satu orang perokok yang kusenangi, yaitu dirinya. Dia adalah seorang yang bagiku, kamu atau bahkan siapapun tidak akan pernah bisa menyamainya. 

Aku adalah tipikal orang yang tidak suka sembarangan menyentuh laki-laki. Dan akupun tidak suka disentuh oleh mereka.Tapi aku pernah memeluk dia, dan tidak ada orang lain yang ingin kuperlakukan seperti itu kecuali dia. Hanya dia. Mungkin suatu saat nanti akan ada yang mengantikan dia. Pasti ada. Mudah-mudahan.


Sumpah, aku tidak pernah mengerti apa isi hatinya. 
Aku juga tidak pernah tahu apa pendapatnya tentangku, seperti apa perasaannya untukku, dan apakah aku ini bagi dirinya. Penting kah? 
Aku sangat penasaran akan hal itu. 
Seandainya berani, aku sangat ingin menanyakan bagaimana perasaannya tiga tahun lalu, ketika kami putus atau ketika kami sudah lulus? Tapi kutebak dia akan menjawab biasa saja, karena saat kelulusan, dia sudah memiliki pacar baru dan aku bisa merasakan bahwa dia sangat menyayangi pacarnya itu, dan aku sangat memakluminya. Anggaplah namanya Nur. Aku dan Nur sangatlah berbeda. Dia terkenal, dia gaul, dia putih, dia asik (mungkin). Aku? Aku kebalikannya. 


Aku selalu menceritakan dia di depan teman-temanku. 
Ku bilang bahwa dia itu sangat tampan, dia itu sangat baik, dia itu orang yang saat ini sangat kucintai (selain keluargaku) dan teman-temanku sangat mengerti akan hal itu. Pernah waktu itu aku dan temanku sedang iseng menelpon nomor-nomor di kontakku. Kemudian temanku menelpon dia, dan itulah pertama kalinya aku mendengar suaranya lagi. Waktu itu dia hanya mengatakan “Hallo?” dan kami semua diam. Ketika telpon terputus tiba-tiba air mataku mengalir, aku sangat rindu waktu itu. Jika kamu (kamu yang sedang kuceritakan) keberatan, maka aku minta maaf. 


Tahun lalu, aku sempat dekat lagi dengannya. Dia memperlakukanku seakan-akan dia juga menyukaiku. Bahkan dia menuliskan kata-kata yang seharusnya diucapkan oleh orang yang telah berpacaran kepadaku. Tanpa kusadari semakin hari perasaanku semakin besar lagi untuknya dan akhirnya aku jujur. Aku menyatakan perasaanku. Waktu itu dia menolakku, tapi sebenarnya aku tidak sedang menembaknya. Ketika melihat balasannya yang seperti itu, aku lagi-lagi menangis. Seminggu kemudian aku mendengar kabar bahwa dia berpacaran dengan salah satu teman sahabatku. Aku akhirnya menghindar. 

Sekarang (saat menulis ini) aku dan dia kembali dekat. Sama seperti tahun lalu, dia memperlakukanku seakan-akan dia juga menyukaiku. Jujur saja aku sangat berusaha untuk menahan diri agar tidak lagi mengatakan bahwa aku masih sangat menyukainya, bahwa aku selalu berandai-andai dapat kembali bersamanya. Tapi di luar semua itu, aku masih sangat sadar bahwa semuanya akan berakhir seperti tahun lalu atau tahun-tahun kemarin. Mungkin kata "berakhir" bukanlah kata yang tepat karena bahkan kata "mulai" tidak pernah ada. Aku akan menjaga jarakku yang semestinya terhadapnya, tapi aku selalu ingin menyapanya. Setiap hari (belakangan ini) aku selalu menunggu Whatsapp darinya, aku selalu mengupdate status Wa dan menunggu dilihat olehnya, bahkan kadang aku begadang untuk jaga-jaga siapa tahu dia mengirimiku pesan. Kadang hampir tengah malam dia sungguh mengirimiku pesan, walau hanya terjadi beberapa kali. Setiap kali dia bertanya apakah aku sudah ngantuk, tentu saja aku akan menjawab “belum” walaupun sebelumnya aku sudah hampir ketiduran. Jika kamu sedang suka seseorang, kamu pasti akan paham hehehe. 


Tahu nggak, setiap kali ngobrol dengannya via chat, aku akan selalu berhati-hati dan menjaga ucapanku. 
Aku tidak ingin membuatnya risih. Saat dia menunjukkan perhatiannya padaku, aku sangat berusaha untuk tidak terlalu kegeeran dan besar kepala karena aku tidak tahu dengan siapa saja dia perhatian seperti itu, (walaupun aku selalu girang bukan main saat dia seperti itu). Aku tidak begitu mengenal dirinya yang sekarang. Dia memang masih sama, tapi dia juga berbeda. Aku tidak tahu apa isi hatinya sekarang, maka dari itu aku akan tetap diam di posisiku dan menolak untuk maju. Aku mennginginkan kesenangannya dan aku tidak ingin menjadi sebuah penghambat. Jika dia menyukai orang lain maka aku tidak akan ikut campur. Yang akan kulakukan adalah mendoakannya, semagaimana aku dulu mendoakan hubunganku dan dia.

Tiga tahun terakhir, aku selalu mencoba untuk menghapus perasaanku. Aku juga tidak ingin menjadi bodoh bertahun-tahun. Biasanya aku akan mencoba untuk menyukai orang lain dan selalu berusaha untuk memikirkannya. Memang aku berhasil menyukai, tetapi tidak sebesar perasaanku untuk si dia, mantanku. Kamu mungkin melihat beberapa postingan yang kutulis bukan untuknya, melainkan untuk si 8409, si adik kelas bernama Tan. Aku sungguh berharap melalui tulisanku untuk Tan, aku dapat menghilangkan perasaanku untuk dia, mantanku. 

Tiga tahun terakhir juga aku tidak lagi berpacaran. 
Aku tidak ingin mengulang hal yang sama seperti yang dulu kulakukan padanya.
Aku tidak ingin jadian dengan orang yang tidak kucintai atau bahkan tidak kusukai. 
Dan aku juga tidak mau menyakiti. 
Dan saat ini, yang benar-benar kusayangi hanya satu, dia. 


Biar kuberitahu kepadamu. 
Hal-yang yang baru saja kuceritakan semuanya kudedikasikan untuk dia,dia yang kumaksud dalam ceritaku. 
Dan juga, kejadian yang kualami itu (saat masih pacaran, dll) adalah saat aku masih sangat remaja, bahkan belum tujuh belas, yang mana aku masih sangat labil.


Ini saja yang kuceritakan tentang dia. 
Mungkin suatu saat, dia yang kumaksud akan membacanya. 
Mudah-mudahan. 



  • Jika suatu saat kamu, benar-benar kamu yang kumaksud telah membaca tulisan ini, aku berharap dan aku memohon dengan sangat untuk memaafkan segala hal yang telah kuperbuat. Termasuk dengan lancang telah menulis hal-hal tentang kamu di sini. Aku tahu kamu mungkin tidak menyukaiku, kamu mungkin risih denganku, tapi tolong izinkan aku untuk mengurus perasaanku sendiri dan kamu tidak perlu ikut campur, jika kamu memang tidak menyukaiku. Kamu tidak perlu mengusirku atau apapun itu karena akupun tahu kapan aku harus berhenti. Yang belum kutahu adalah cara untuk berhenti menyukaimu.

Comments