Mereka bilang, “lo tuh bego banget si. Mau aja digituin” “Ya kalo itu gue, udah berantem gue ama dia!” “sok baik lu! Bales aja!” . Nggak. Ngga gitu. Gue ga bego, gue juga marah. Gue juga kesal. Gue juga sedih. Dan bukan, gue bukannya sok baik. Gue ga pernah ingin sok baik dengan cara membiarkan harga diri gue diinjak-injak seperti ini sama orang lain. Ga ada orang yang mau seperti itu.
Lalu kenapa?
Gue pun kecewa dengan diri gue yang terlalu pengecut. Yang terlalu takut untuk melawan, yang terlalu takut akan gemetaran. Sebenernya gue ga pernah takut sama dia, si orang jahat itu. Tapi gue juga ga pernah mau berantem.
Lalu apa?
Gue takut.
Gue takut banget.
Banyak hal yang mereka ga tau tentang gue. Tentang apa yang gue sukai, tentang apa yang gue takutin, termasuk ini. Mungkin mereka melihat gue sebagai Vad yang ceria, iseng, suka becanda, receh.... Tapi dibalik itu, gue juga punya kesedihan yang gue simpan. Yang ketika gue inget lagi, gue bakal gemetaran sampai nangis, gue bakal cemas, dan nafas gue bakal sesak. Banyak kejadian yang gue alamin yang ga pernah mereka bayangkan terjadi kepada gue.
Gue trauma berada di rumah.
Lucu emang. Siapa yang ga suka di rumah? Bahkan sampai trauma? Ga mungkin lah.
Percaya ga percaya, gue seperti itu. Sebenarnya awalnya bukan rumah, tapi hari libur. Gue ga pernah suka dengan hari libur. Gue benci bahkan. Teriakan-teriakan di pagi hari, berantakan, omelan-omelan, pukulan, orang berantem.. gue ga pernah menyukai itu semua ada di hari yang katanya “hari untuk keluarga”. Mungkin, ga ada yang lebih menyukai hari senin dibanding gue.
Di hari lain, gue pun ga pernah berharap pulang dalam keadaan barang-barang pecah, saut-sautan kata yang ga pernah ingin gue dengar, yang bikin kepala mau pecah rasanya. Gue ga pernah mau punya ibu dipukulin oleh suaminya, dan ayah yang berani mukul istrinya, dan menyaksikan itu semua bahkan di saat gue masih kecil. Gue juga ga pernah mau punya kakak yang selalu di pukul oleh ayahnya, dan kakak yang selalu ngebantah orangtua. Dan gue pun ga pernah mau punya orang tua yang dianggap ga memberikan contoh baik untuk anaknya, sampai akhirnya mereka bertengkar (lagi). Hari itu adalah hari terburuk bagi gue. Saat itu, Kakak – ibu saling pukul, ayah yang tempramen sampe kakak gue ditendang macam binatang. Barang-barang rusak sampai pintu pun jebol. Saat itu, yang bisa gue lakukan hanya teriak dan menahan malu serta rasa takut melihat tetangga yang akhirnya datang ke rumah. Gue ga pernah berharap, dan gue ga pernah meminta untuk menyaksikan itu semua. Sampai hari ini, gue masih gemetaran kalau mengingat lagi. Guetakut.
Gue takut kalo mimpi buruk itu terulang lagi. Gue takut banget.
Sampai akhirnya gue mutusin untuk kuliah jauh dari yang namanya “rumah”. Gue pergi ninggalin semua ketakutan gue dan tinggal sendirian. Tapi siapa sangka, gue diberikan keluarga baru dan rumah baru lagi oleh Tuhan. Setelah setahun tinggal sendiri, gue diberi rejeki untuk mencoba tinggal bersama orang-orang yang nantinya akan berperan sebagai keluarga. Gue senang, bahkan terlalu senang ketika membayangkan bahwa gak lama lagi gue akan merasakan apa yang keluarga lain rasakan. Kepedulian, kebersamaan, ketenangan. Gue sangat bahagia. Tetapi ternyata kenyataannya buruk.
Gue merasakan ketidak-adilan, gue ngerasa terintimidasi, nilai gue anjlok, gue jadi sensitif dan overthinking, gue bahkan bingung harus pulang ke mana di saat sebenarnya gue punya tempat yang bisa gue sebut “rumah, dan sekarang gue kehilangan respect terhadap diri gue sendiri. Dan sebenarnya semua masalahnya hanya berasal dari satu orang. Dan ya, gue takut untuk melawan.
Ketika gue ingin melawan, bayangan pertengkaran-pertengkaran itu selalu membuat gue ingin teriak sampai gue gemetaran. Sampai gue nangis karena terlalu cemas.
Jadi tolong, jangan dulu paksa gue untuk ngelawan rasa takut itu. Jangan dulu paksa gue untuk mengulang apa yang dulu pernah gue saksikan dan jadi neraka buat gue. Jangan paksa gue menghadapi apa yang masih belum siap untuk gue hadapi, ya?
Gimana mau disukain orang kalo mencintai diri sendiri aja ga mampu. Jangan biasain curhat di blog masalah itu diselesain jangan diumbar-umbar doang
ReplyDeletehalo, siapapun kamu, terimakasih ya. Maaf kalau memang tulisan ini mengganggu kamu yang nggak suka membaca ceritaku. Maaf juga kalau di sini, aku menceritakan apa yang tidak ingin kamu baca. Tapi ini bukan sesuatu yang harus disepelehkan dengan bilang "masalahmu hanya diumbar-umbar doang." Maaf, sekali lagi maaf. Di sini, aku bercerita tentang sebuah trauma, yang mungkin kamu juga ga merasakan, atau kamu mungkin ga tau rasanya seperti apa.
Delete